Saturday, January 8, 2011

Enjiner jadi Bartender….. Boleh kan?

Enjiner jadi Bartender….. Boleh kan?
Kadangkala, dalam kehidupan nyata, khususnya saat mencari kerja, kita sering berpikir picik, picik karena merasa tak patut … gengsi, harga diri…. bla bla bla. Kalau pendidikannya enjinering, ya maunya kerja di enjinering  gitu lho. Seandainya pendidikan hukum, maunya kerja di bidang hukum, jadi pokrol kek, jadi notaris kek, pokoknya harus sama dan sejalan dengan gelarnya.

Sayangnya lapangan kerja yang tersedia belum tentu ada dan sama dengan yang diinginkan. Alhasil, banyak waktu terbuang karena menunggu peluang, kesempatan yang  konon sangat jarang datang. Sementara jarum jam tetap berjalan mentertawai kita.
menatap masa depan ato melamun nih? (sxgani)

Padahal dalam urusan kerja, sangat sulit menemukan relevansi antara pendidikan yang diperoleh dengan pekerjaan , kecuali hanya “value dan nature”nya yang sama, sehingga memudahkan untuk beradaptasi.
Toh sekarang ini penerapan ilmunya sudah sangat dipermudah dengan banyaknya program komputasi yang beredar dipasaran.
Mungkin buat pendidikan dibidang kesehatan, memang harus kerja di bidang yang sepesifik itu, walau pun ada juga yang ternyata tersasar kerja dibidang yang berbeda.

Dan juga yang menggeluti bidang pendidikan dan penelitian, memang harus sejalan ilmunya. Tapi ada juga koq pendidikan fisika murni - keja di perpustakaan, pendidikannya medikal - eh jadi politikus !
Lagian, mana ada khan pendidikan atau sekolahnya buat jadi anggota parlemen yang terhormat, menteri atau presiden, Pendidikan formal hanya sebagai dasar pijakan-menopang percepatan beradaptasi, kehidupan nyata adalah sekolah yang hakiki. Selebihnya konon faktor ESQ sangat menentukan keberhasilan di belantara persaingan kerja yang kejam dan , selain fighting spirit and luck.
penginnya berkantor di menara di kota.... bukannya di remote area ,.....doha diwaktu malam (sxgani)
penginnya berkantor di menara di kota…. bukannya di remote area ,…..doha diwaktu malam (sxgani)


Nah , kalau pendidikannya setinggi langit, maunya kerjanya dikantoran berpendingin yang nyaman, dilantai tertinggi, dimenara bergengsi; sungkan turun kelapangan….., terima laporan asal yang menyenangkan.
Seorang tim-ku  asal aussy menjelaskan saat wawancara karena dalam cv-nya tertulis pernah bekerja sebagai bartender sekian tahun.
Sebelum mendapatkan kerja yang sesuai dengan disiplin ilmunya sebagai tukang insinyur mesin, memang kebetulan cukup lama bekerja sebagai bartender di Karratha, Burup penninsula, australia barat.
Asal tahu aja, Karratha ini kota kecil di barat laut australia tempat kongkow kongkow para pekerja dunia el-en-ji Woodside dan pekerja minyak lepas pantai diselat timor timur, konon kaya migas.

Walau  belajar bekerja sebagai bartender, hampir setiap hari pengetahuan terapan  bertambah….. Karena semua obrolan pelanggannya tidak jauh dari dunia kerja mereka, dunia enjinering perminyakan.
Satu kesempatan akhirnya terbuka lebar, ketika seorang pelanggannya tahu bahwa sang bartender adalah enjiner “nganggur” yang kebetulan sedang dibutuhkannya. Ringkas cerita, sekarang enjiner bartender ini menjadi salah satu planning engineer terbaik di tim-ku..

Lain lagi kisah seorang sobat sekampung dari Indonesia, yang karirnya di Indonesia sebagai mekanikal enjiner  cukup seret untuk maju, sementara koleganya nyaris diposisi puncak.
Akhirnya banting stir, keluar dari jalur formalnya…….., pindah profesi  sebagai Safety Officer, kerennya EHS-environment, health and safety  officer berbekalkan beberapa pelatihan dasar yang pernah diikutinya.

Sekarang, temanku ini menjadi orang nomor satu di EHS di perusahaan yang berlogo kerang  di rantau ini.
bukannya pohon sawit,.....tapi pepohonan korma didepan MIA-musium of islamic arts, doha (sxgani)
bukannya pohon sawit,…..tapi pepohonan korma didepan MIA-musium of islamic arts, doha (sxgani)


Satu lagi, seorang kerabat, sudah kerja lama sebagai Chemist di pabrik pupuk, tanpa ba-bi-bu dengan keputusan yang mantap minta pensiun dini.
Alasannya sederhana, setelah berbelas tahun kerja , makan gaji toh……. gak bakalan kaya.
Lalu dengan bermodalkan tabungan dan sedikit uang pensiun muda, memulai hidup penuh penderitaan sebagai petani, jauh sebelum era demam Sawit.
Ya, enjiner kimia telah menjadi petani, dengan membeli beberapa petak  kebun sawit berumur 2 tahun yang nyaris terbengkalai, dilokasi nun jauh disana antara Palembang-Jambi.   Tiga tahun hidup penuh perjuangan, membuat kulit hitamnya menjadi lebih hitam legam akhirnya membuahkan hasil memadai.
Sekarang  kerabat dekat ini, mungkin sudah lupa dengan ilmu kimianya……, namun menikmati profesi menjadi petani sawit. Suatu keputusan akurart disaat yang tepat, membuat iri kita kita yang masih makan gaji.

Kini hari harinya dinikmati dengan lebih mapan dan tenang nyaman sambil memegang tasbih dan ini yang penting…… usahanya memicu usaha koperasi kelompok tani dimana dia bernaung tambah berkembang.
Efeknya tentusaja penambahan  pekerja pengelolaan  kebun sawitnya dengan lahan nan kian bertambah., suatu symbiose mutualistis.
Sekedar catatan, umumnya petani sawit bernaung dalam suatu kartel koperasi, yang memelihara, mengelola kebun dan menjual panennya dan hasil dibagi kepada seluruh anggota berdasarkan kontribusi lahan, prorata…., semangat kebersamaan koperasi nan indah.

Dinamika hidup memang kadang kadang harus  berani ambil keputusan yang harus sedikit edan, calculated risk taker dan tentu saja dengan harus diiringi keyakinan semangat enterprenuership.
Tunggu dulu,   ini khan pengalaman pengalaman sukses sebagian yang beruntung; saja,…… diluar sana bayak sekali pengalaman pengalaman yang gagal…….., lalu masuk kotak
Salam
sxgani

No comments:

Post a Comment