Saturday, January 8, 2011

Mahalnya Biaya Pendidikan di Rantau

Mahalnya Biaya Pendidikan di Rantau
Dulu, nun sepuluh tahun silam, saat anak pertama masuk kuliah di universitas swasta di Bandung, sempat aku terjenggah …… tanganku harus merogoh kocek dalam dalam.

Pasalnya harus mengeluarkan  dana yang cukup besar demi  membayar uang masuk di  Univesitas flamboyan  , fakultas kedokteran.
Padahal sebelumnya mulai dari TK sampai SMA semua biaya sekolah gratis…… disediakan oleh perusahaan tempat bekerja, nun jauh diujung sumatera, provinsi serambi Mekah.
Tahun berikutnya,  L lagi lagi kocek harus disentuh kembali, karena putra kedua masuk di fakultas teknik jurusan arsitektur, di Bandung,  semuanya swasta.  Lho …. koq swasta ? ya karena kurang mujur berkompetisi dilahan universitas negeri.
Tapi itu dulu,  cerita masa lalu …., karena setelah lulus, sang arsitek langsung dapat tawaran kerja di rantau dan sekarang ,berkiprah di GCC,  tetap setia dengan profesi sebagai arsitek tentu saja..
Sekarang baru sadar, ternyata  biaya pendidikan di Indonesia sebenarnya super murah.
Maaf, bukannya sok mampu………..super murah bagi yang sudah siap,…….. dan karena konon biaya pendidikan disubsidi silang, buat membantu yang lainnya. Wallahualam.
Di Doha, biaya pendidikan satu tahun untuk anak kelas 9, disekolah internasional “british stream”, tidak kurang dari 75 juta  (QR 30.000)  dan 100 juta (QR 40.000) bila ingin bersekolah di American school. Itupun hanya untuk biaya sekolah, diluar biaya buku, bus antar jemput, seragam dlsb. Untungnya  eh untungnya, hanya putra bungsuku  yang sekolah  disini…. he  he  he., sedangkan Putri ketiga sedang dan hampir menyelesaikan pendidikannya, dijurusan yang sama;  mengikuti jejak abang tertuanya
Kuliah di Doha?  lebih mahal lagi,……mungkin lebih edan lagi ya….., harus siap dengan 320 Juta (QR 150.000 atau sekitar US$40.000) pertahunnya kalau ingin kuliah jurusan IT di Carnegie Melon Uni  at Qatar.
Akan lebih gede lagi biayanya kalau ingin kuliah  di Virginia Commenwealth Uni in Qatar  atau Weill Cornell medical college, Qatar campus atau di  Texas A&M Uni in Qatar.
Mahal memang.  Namun bila anaknya cemerlang….. ga usah kuatir…., kalau nasib mujur mudah untuk mendapatkan bea siswa dari  Foundation ternama disini.
Alternatif lain ? banyak teman teman disini, mengirim anaknya kuliah ke Malaysia, Australia dan Kanada yang relatif sedikit miring biayanya di banding kuliah di Qatar.
Mau yang paling ringan?  Kembali ke Indonesia ambil S1 dan baru ambil S2 diluar negeri …… tapi ….. ada tapinya …….. , sayang sekali mereka belepotan bahasa Indonesianya.  Dijamin ga lulus test tertulis dan wawancara dalam bahasa Indonesia !
Lulus kelas 12, dapat sertifikat GSE-O level, lulus kelas 13 dapat bacaloriate Certificate atau GSE-A level,  artinya langsung masuk Uni tanpa embel embel harus menjalani kelas persiapan atau kelas matrikulasi.
Maaf, jangan tanya soal pelajaran kewarganegaraan  atawa Pancasila,  mereka ga tahu sama sekali, kendati mereka jago dalam hal etika, teori kepatutan, positif thinking,  wawasan dan  tentu saja…  dalam hal  meringkas essay ……atau membuat makalah.
So, jalan tengahnya …. Sebagian teman teman mengirim anaknya kuliah di Malaysia…. dan tetap cas-cis-cus ber-inggris ria. Toh kalau sudah lulus, umumnya ga kembali ke Indonesia , kerja di rantau, tentu saja.
Lho ? ya………. alasan klasik,  pengin kompetensi dihargai dengan numerasi yang layak dan wajar !. Agar biaya sekolah cepat kembali modal…….. seperti pedagang asongan aja ya J
Seorang teman lama, ketiga anaknya sekolah di Aussy sampai  menggondol  S2. Setelah lulus,  dengan semangat nasionalisme yang tinggi, pulang kampung ke Indonesia….., kerja….. namun hanya bertahan  6 bulan kerja di Jakarta.   Dengan green card yang diperoleh saat kuliah dulu,  kembali ke Aussy, kerja dan akhirnya menetap di sana.
Alasannya,   tak tahan dengan birokrasi yang nyelimet, plus numerasi yang tak cukup buat hidup  ”layak” sebulan di belantara Jakarta.
Bermodalkan pendidikan dan green card ditangan, bila catatan pribeadi bersih, untuk enjiner “hanya”  perlu 2 tahun lagi mukim disana, sudah elijibel untuk minta WN.
Celakanya, begitu dapat WN, eh malah kena wajib militer  dan  dikirim ke medan perang perangan, Iraq.
Happy endingnya, sekarang hidup mapan disana , bukan dengan paspor warna hijau,………..dengan pasport warna merah burgundy tentu saja, ehem      apakan ini boleh dikatagorikan sebagai Brain Drain ? .   Pak KK  mungkin bisa menjawabnya.  J
Salam
sxgani

No comments:

Post a Comment