Saturday, January 8, 2011

Harga Sebuah Panggilan

Harga Sebuah Panggilan

Minggu lalu, pulang dari Damaskus, Syria menuju Jakarta, yang memakan waktu18 jam termasuk transit di Doha dan Singapura sungguh sangat cukup melelahkan.
Karena perjalanan yang jauh  dan naluri pekerja lapangan sebagai enjinir,  aku selalu mengenakan Jin setengah butut dan kaos dan tak lupa Notebook kesayanganku.
Di ruang tunggu Damaskus Internation Airport, Aku ketemu “dulur’ yang juga mau pulang ke Indonesia.
Disebut dulur, karena diperantauan …. sudah menjadi hukum tak tertulis bagi kami  untuk panggilan sesama selalu disebut  brother  atau sister…. alias dulur.
Senang ketemu dulur diperantauan, lalu kudekati dan kusapa beliau , seraya memperkenalkan diri   dan……. seperti biasa saling bertukar pertanyaan klise;   darimana, sudah berapa lama,  kerja dimana  ……. sampailah kepertanyaan beliau :  “sudah berapa lama jadi TKI?”.
Ehm………, aku baru sadar , ternyata aku adalah bagian dari sebutan TKI yang konon di Malaysia berkonotasi dikejar kejar pihak imigrasi  dan Polis !
Pakaiannya necis, jas formil lengkap dengan dasinya, ternyata seorang pengusaha yang usai menemui kliennya di Damaskus. Ringkas cerita, beliau adalah pengusaha “manpower supplier” buat rumah tangga yang katanya sudah mengirim lebih dari 5000 TKW !  luar biasa.
Lalu percakapan kami terhenti, karena  boarding dimulai, lazimnya dimulai dengan penumpang kelas bisnis. Aku beranjak sambil mengajak beliau untuk sama sama boarding, yang lalu dijawabnya “silahkan duluan”.
Dalam penerbangan 3.5 jam menuju Doha tersebut, aku hanya merenungkan makna sebutan TKI, TKW dan value sebagai seorang profesional maupun maupun pengusaha.
TKI duduk dikelas bisnis dan pengusaha di kelas ekonomi …. Ehm  aneh.
Kenapa kita memberikan cap kepada bangsa sendiri yang notabene mengurangi beban pemerintah dalam hal pengangguran dengan konotasi TKI / TKW ?
Toh  di Saudi, Uni Emirat Arab, Libya, Algeria  dan Qatar ada beratus bahkan beribu tenaga ahli, enjiner  yang profesional !  Mereka umumnya direkrut  melalui ‘Professionalism head hunter” dari GCC,  bukan melalui PPTKI . Mungkin inilah yang menyebabkan keberadaan mereka kurang bergaung……., namun  bukalah catatan di KBRI negara tersebut, berapa banyak yang sudah melapor sebagai permanent resident di negara bersangkutan,……..Buanyaaaaak !
Di Doha, Qatar, umumnya profesional Indonesia tinggal di lingkungan villa maupun apartment yang rata rata US$5000 /bulan.
Disini mereka disebut expatriate……..  sama levelnya dengan bangsa Eropa, Amerika dan Australia !  Maaf…… bahkan lebih tinggi numerasinya dengan bangsa Filipina, India apalagi Mesir dan Bangladesh !
Tapi ini untuk tenaga profesional  lho ,    bukan tenaga non trampil .
Transit di airport Doha selama 2 jam, Karena waktu yang sempit, aku gak menyempatkan diri pulang kekediaman  di Doha, karena toh keluarga pada liburan ke Indonesia.
Kami ketemu lagi di ruang transit Airport Doha dan dengan fasilitas privillidge card, kuajak beliau ke Gold Lounge  melanjutkan obrolan tentang TKI/TKW.
Sampailah diskusi kami  yang menggelitik tentang penggajian para TKW yang hanya berkisar antara US$ 200 - 300 di GCC, sekelas numerasi pembantu dari Bangladesh dan Srilanka.
Untuk urusan ini ternyata TKW kita jauh lebih rendah dihargai , karena para pembantu Filipina, Ethiopia, Erriteria dihargai dengan minimum US$500 per bulannya.
Jauh berbeda khan ?  Tentu dong, pemerintah Filipina telah jauh melangkah dengan membuat perjanjian langsung dengan pemerintah setempat dengan menetapkan minimum numerasi buat tenaga non trampil…….,  hebat khan?.
Bahkan di Qatar, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan dekrit Emir yang menetapkan numersasi minimum buat para pembantu asal Filipina!
Lalu apa kerja PPTKI ? tentu saja bisnis dong…., majikan di Qatar harus membayar sekitar QR9000 (US$2700) unutk mempekerjakan seorang TKW.
Bayangkan saja , nilai tersebut nyaris “sami mawon” penghasilan  satu tahun yang diterima oleh TKW tersebut.,  duh.
Belum lagi saat mereka pulang ke tanah air,…… di terminal 2 kedatangan , mereka tanpa terkecuali berhadapan langsung dengan calo calo kepulang dengan dalih perlindungan perjalanan pulang TKW tersebut ke kampungnya.
Obrolan kami terputus karena kami harus bepisah lagi karena aku harus lagi lagi boarding duluan………..dan kuakhiri dengan pertanyaan yang tak aku harapkan jawabannya : Mas,  apa menteri tenaga kerja kita tidur  ya ? “
Mungkin jawabannya  ” ada di angin lalu” nya Ebiet.
Salam
sxgani

No comments:

Post a Comment